Ketika berbicara tentang pendamping desa, ada sebuah memori dalam pikiran saya, menerawang pada kenangan ketika pertama kali mengikuti seleksi sebagai pedamping. Sebagai orang yang berdomisili di pinggiran wilayah Sumedang Larang ( Kabupaten Sumedang-Red ), saya harus berangkat ke Dayeuh Pakuan Pajajaran ( Kabupaten Bogor-Red ) tepatnya di kampus IPB, untuk melaksanakan seleksi tersebut.
Mengikuti seleksi pendamping desa merupakan babak baru dalam kehidupan karir pekerjaan saya. Dengan berbekal Ijazah yang seadanya dan sedikit pengalaman dulu beraktifitas di lingkungan desa saya memberanikan diri untuk mengikuti test tersebut, jumlah pendaftar membludak dari semua jenjang sehingga dalam pikiran saya ketika itu dengan keterbatasan yang ada, saya harus siap bersaing dan mempersiapkan mental sebaik mungkin untuk berkompetisi, hingga akhirnya sayapun dinyatakan lulus sebagai pendamping lokal desa.
Sejatinya menjadi Pendamping Lokal Desa, bagi saya itu bukanlah menjadi sebuah kebanggaan dan soal mencari duit saja, melainkan sebuah suratan taqdir yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan. Dilaksanakan dalam artian, melaksanakan tupoksi sebagai pendamping dalam koridor aturan/sop tentang Pendampingan Desa, dengan penuh rasa tanggungjawab, kesadaran, dan Inovatif, sebagai timbal balik atas amanah yang telah diberikan oleh negara pada kita. Dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang sederhana apalagi mudah, Kurang lebih selama dua tahun, saya menjalani aktifitas sebagai pendamping berbagai dinamika telah saya hadapi baik suka maupun duka, tantangan dan hambatan seringkali menggugat nurani untuk senantiasa mempersiapkan mentalitas yang kuat dan tanggungjawab sebagai pendamping.
Menjadi Pendamping dengan segala bentuk kelebihan dan kekurangan diluar SOP Pendampingan juga harus mampu memposisikan diri tempat bertanya, menampung permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi para Aparatur Pemerintah Desa, kelompok masyarakat dan memberikan alternatif pemecahan masalah dengan tetap keputusan ada ditangan kelompok masyarakat sendiri.
Hal itu lah yang menuntut pendamping untuk senantiasa mengasah Kemampuan berkomunikasi, atau menyampaikan pokok-pokok pikiran, hal ini ditekankan guna menjaga hubungan yang sejajar antara pendamping dengan desa yang didampinginya, kemampuan Beradaptasi, dan Belajar secara terus menerus, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi pendamping untuk dapat belajar terus menerus meng upgrade diri, butuh niat, kemauan, kesadaran dan kemamuan untuk melaksanakannya. Dalih keterbatasan dana, transportasi dan sumber belajar akan menjadi alasan yang sah padahal kemampuan seorang pendamping tidak akan cukup bila hanya mendasarkan pada pelatihan Pratugas dan Pelatihan Penyegaran saja. Bila menyadari bahwa yang didampingi pun mengalami perubahan dan perkembangan, jelas banyak kemapuan pendamping bila tidak dikembangkan tidak akan mampu mengikuti perkembangan malah akan tergerus yang akan membuat pendamping minder. Seperti yang pernah disampaikan oleh Pak Arbit Manika dalam sebuah diskusi, bahwa pendamping desa harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan Kapasitas, Dedikasi, Kesadaran, dan kekompakan team work dalam mengawal dan mendampingi Desa. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara menggelar pelatihan-pelatihan mandiri, melaksanakan kajian-kajian, membangun tradisi kritis dan evaluasi, membangun dan memperkuat jaringan kemitraan, serta terjun langsung belajar memahami dinamika yang berkembang di masyarakat, terangnya ”.
Oleh sebab itulah Tidak Mudah Menjadi Seorang Pendamping Desa, butuh perjuangan, mentalitas, kesabaran, kemauan yang keras, dan tetap semangat dalam menjalaninya. Menjadi Pendamping Desa itu berat mari kita jalani, hadapi dan ringankan saja dengan Romantis. Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan Ilmu, dan Sampaikan dengan Amal.
Sekedar Goresan Tangan,
Oleh:
Asep Jazuli
Pendamping Lokal Desa Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang