Kewenangan Desa. Berbeda dengan kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting yang terkandung dalam kewenangan desa: (1) Baik kewenangan asal usul maupun kewenangan lokal bukanlah kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah, bukan juga merupakan sisa (residu) yang dilimpahkan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana pernah  diatur  dalam UU No.32/2004 dan PP No. 72/2005. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis kewenangan itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang- undang dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan sebagai pandu arah yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list), dan kemudian menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan desa sebagai kewenangan desa. (2) Sebagai konsekuensi desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan (self governing community), kewenangan desa yang berbentuk mengatur hanya terbatas  pada pengaturan kepentingan lokal dan masyarakat setempat dalam batas-batas wilayah administrasi desa. Mengatur  dalam hal  ini bukan dalam bentuk mengeluarkan izin baik kepada warga maupun kepada pihak luar seperti investor, melainkan dalam bentuk  keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi anggaran dalam APB Desa, alokasi air kepada warga, dan lain- lain. Desa tidak bisa memberikan izin mendirikan bangunan, izin pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan sebagainya. (3) Kewenangan desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi kepada pelayanan warga dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh desa melayani dan juga membiayai kegiatan kelompok tani, melatih kader perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan hutan rakyat bersama masyarakat, membikin bagan ikan untuk kepentingan nelayan, dan sebagainya. (4) Selain mengatur  dan  mengurus, desa  dapat  mengakses urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk dimanfaatkan memenuhi kepentingan masyarakat. Selain contoh di atas tentang beberapa desa menangkap air sungai Desa dapat mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak termanfaatkan atau tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Lahan sisa  proyek pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian jalan kabupaten/kota merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam pohon di atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari bupati/walikota.

Prinsip-prinsip itu dapat digunakan untuk memahami jenis-jenis kewenangan desa yang tertulis secara eksplisit dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Ada perubahan pengaturan tentang kewenangan desa antara UU No. 32/2004 dengan UU No. 6/2014. Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan asal-usul desa, sedangkan UU No. 6/2014 menyatakan kewenangan beradasarkan hak asal-usul. Pada dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang sama, hanya saja UU No. 32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan pemerintahan. Kedua, UU   No.  32/2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, sedangkan UU No. 6/2014 menegaskan kewenangan lokal berskala desa. Jenis kewenangan kedua inilah yang membedakan secara jelas dan tegas antara kedua UU tersebut.

Tabel

Kewenangan desa menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014

UU No. 32/2004 UU No. 6/2014
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa Kewenangan berdasarkan hak asal usul
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa Kewenangan local berskala Desa
Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan diserahkan kepada desa Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

Kewenangan  desa  sebenarnya  tidak  hanya  mencakup  empat butir  besar tersebut. Ada satu jenis kewenangan lagi yang dimiliki oleh desa, yaitu kewenangan melekat atau sering disebut sebagai kewenangan atributif yang tidak tersurat dalam UU No. 6/2014. Sebagai organisasi pemerintahan, desa memiliki sejumlah kewenangan melekat (atributif) tanpa harus disebutkan secara tersurat (eksplisit) dalam daftar kewenangan desa. Ada sejumlah kewenangan  melekat  milik  desa  yang  sudah  dimandatkan  oleh  UU  No. 6/2014, yakni: (1) Memilih kepala desa dan menyelenggarakan pemilihan kepala  desa. (2)  Membentuk  dan  menetapkan  susunan  dan  personil perangkat desa. (3) Menyelenggarakan musyawarah desa. (4) Menyusun dan menetapkan perencanaan desa.Menyusun, menetapkan dan melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.(5) Menyusun, menetapkan dan melaksanakan peraturan desa. (6) Membentuk dan membina lembaga- lembaga kemasyarakatan maupun lembaga adat. (7) Membentuk dan menjalankan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Sumber: MODUL PELATIHAN PRATUGAS. PENDAMPING DESA Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *