Intip Desa Lamteuba, dari Dana Desa sampai Ubah Lahan Ganja ke Kunyit

  • 2 min read
  • Okt 02, 2019

Program membangun Indonesia dari pinggiran yang digagas Presiden Joko Widodo telah terasa manfaatnya, seperti di Desa Blang Tingkeum, Permukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimim Kabupaten Aceh Besar.

Terletak di kaki Gunung Seulawah Agam, dulu daerah ini dikenal sebagai ladang ganja terbesar di Indonesia. Kisah kelam permukiman ini pun santer terdengar di Aceh. Disebut-sebut. semasa konflik terjadi masyarakat Lamteuba dikenal sebagai pelaku illegal logging. Mereka melakukan penebangan liar sehingga terbuka lahan untuk penanaman ganja.

Saat ditemukannya ratusan hektare ladang ganja di wilayah itu oleh aparat, lambat laun Lamteuba pun dikenal sebagai daerah hitam. Stigma tersebut melekat pada desa-desa Lamteuba.

Namun kini, Desa Blang Tingkeum fokus dalam mengatasi ketimpangan sosial. Salah satunya, dengan memanfaatkan dana desa untuk membangun ekonomi warganya.

Menurut mantan Keuchik Gampong (kepala desa) Blang Tingkeum, M. Sulaiman, potensi besar Lamteuba terletak pada pertaniannya. Dana desa yang diberikan pemerintah saat ia menjabat pun tak luput digunakannya untuk mendukung kualitas pertanian.

“Anggaran dana gampong waktu itu kami alokasikan sebagian untuk pagar rentang sawah, ini berguna supaya para hewan ternak kami tidak masuk ke sawah, agar tidak mengganggu hasil pertanian warga,” ujar Sulaiman saat ditemui detikcom di kediamannya, Rabu (18/9/2019).

Warga Aceh memang terbiasa membiarkan ternaknya seperti sapi maupun kambing dilepas berkeliaran untuk mencari makan sendiri. Hal ini pula yang menjadi alasan Sulaiman untuk membuat pagar rentang sawah. Agar hewan ternak dan pertanian bisa berdampingan dengan baik.

“Anggaran pertama untuk pagar rentang sawah ini Rp 250 juta. Total ada sekitar 100 hektare lahan sawah, dan kurang lebih 250 kk (kepala keluarga) yang menerima manfaat dari dana desa ini,” terangnya.

Sulaiman yang juga petani kunyit mengungkapkan permukiman yang memiliki delapan gampong kini sudah berubah menjadi kawasan produktif yang bisa menghasilkan berbagai macam produk pertanian. Salah satunya, kunyit yang menjadi sumber mata pencaharian setiap keluarga di sana.

“Kami sangat bersyukur sekali. Karena mungkin permukiman kami ini di bawah kaki gunung merapi, jadi kualitas tanahnya subur. Selama ini menanam apapun selalu tumbuh, seperti kunyit ini, walaupun kemarau datang, kami selalu bisa mendapat hasilnya,” ungkap Sulaiman.

Dia juga sukses menggerakkan warganya untuk beralih budidaya kunyit dari sebelumnya memanen hingga sekarang. Berbagai produk berbahan dasar kunyit ini ia olah untuk memenuhi kebutuhan pasar, sebagai bumbu masak, obat hingga bahan dasar kosmetik.

Kini masyarakat Lamteuba terus berjuang meningkatkan kualitas kunyit tersebut. Agar selalu menyuburkan perekonomian warganya, Sulaiman pun berharap ke depan dana desa bisa menyentuh secara langsung budidaya kunyit ini agar nilai jualnya meningkat.

“Kalau bisa dan kalau tidak menyalahi aturan dana desa ke depan bisa juga diberikan kepada para petani yang menggarap lahan. Terutama petani kunyit yang memerlukan bibit unggul sehingga petani kunyit dimudahkan untuk mendapatkan bibit unggul,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Kabupaten Aceh Besar Bahrul Jamil terus mengupayakan harapan masyarakat di daerah terpencil seperti Blang Tingkeum ini. Agar dapat menganggarkan dana desa untuk mendukung potensi pertanian di daerah.

“Contoh yang sudah dilakukan di desa Blang Tingkeum dari tanamam kunyit ini sudah lumayan bagus, sudah menghasilkan, dan dikenal keluar daerah hingga ke Malaysia dan Singapura karena memiliki khasiat yang bagus untuk obat maupun kosmetik,” tuturnya.

“Khusus Lamteuba kita juga sudah memprioritaskan dengan melakukan kerja sama dengan BNN, untuk dana desa selanjutnya akan difokuskan ke pengganti tanaman ganja ke kunyit,” jelasnya

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Kabupaten Aceh Besar, pada tahun 2018 Gampong Blang Tingkeum menerima dana desa sebesar Rp 662.782.000, pada tahun 2019 meningkat hingga Rp 740.412.000. Selain untuk pager rentang sawah, dana desa ini digunakan untuk peningkatan infrastruktur demi kelancaran mobilitas warganya.

sumber: https://news.detik.com/berita/d-4727361/intip-desa-lamteuba-dari-dana-desa-sampai-ubah-lahan-ganja-ke-kunyit

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *