Dalam perjalanan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Desa telah diakui sebagai suatu entitas pemerintah terendah. Desa dipandang memiliki peran sentral dalam menciptakan landasan yang kuat melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2019 terdapat 74.954 desa di Indonesia.
Arah kebijakan Pembangunan Desa saat ini dirumuskan dalam Bab III RPJMN 2020-2024 yang menyebutkan, “Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan”. Dengan masuknya Pembangunan Desa dalam rencana pembangunan nasional, mencerminkan adanya perubahan sudut pandang terhadap Desa. Pembangunan Desa menjadi representasi dari pilar pembangunan nasional. Sudut pandang terhadap pembangunan desa diubah dengan menjadikan pembangunan desa sebagai bagian dari kemajuan pembangunan nasional.
Implementasi yang nampak dan nyata dari upaya “Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan” sebagaimana dikonsepkan dalam RPJMN 2020-2024 adalah kelanjutan program Dana Desa oleh pemerintah untuk masing-masing desa dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan desa.
Jumlah Dana Desa pada APBN setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2019 besaran Dana Desa berjumlah Rp 70 Triliun dan pada tahun 2020 meningkat menjadi Rp 72 Triliun. Secara pengelolaan keuangan, Dana Desa yang diterima masing-masing desa masuk dan tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
Pelaksanaan pembangunan di desa menuntut adanya pengadaan barang/jasa. Secara regulasi dalam rangka pengadaan barang/jasa di desa yang sumber pendanaannya berasal dari APBDesa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan Bupati/Walikota tersebut disusun dengan berpedoman pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Untuk memudahkan para pelaku pengadaan barang/jasa di desa melaksanakan kegiatan pengadaan maka LKPP menyusun BUKU
PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA. Buku Pedoman ini diharapkan dapat membantu pelaku pengadaan dalam menyelenggarakan pengadaan Barang/Jasa di desa.
Pada tahun 2019, LKPP telah mengeluarkan Buku Pintar Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Buku Pintar PBJ di Desa Edisi 2019 bertujuan untuk memberikan pemahaman secara komprehensif dan juga petunjuk lebih lanjut terkait pengadaan barang/jasa di Desa dalam bentuk pemberian model/contoh dokumen pengadaan barang/jasa di Desa. Tahun 2021, Buku pintar mengalami perkembangan seiring dengan hasil evaluasi monitoring pada beberapa daerah bahwa pelaksana pengadaan barang/jasa di desa masih memerlukan contoh format dokumen pengadaan secara komprehensif mulai tahap perencanaan kegiatan sampai dengan serah terima pekerjaan. Beberapa dokumen yang dibutuhkan yang tersedia pada pengaturan lainnya seperti pengaturan Pengelolaan Keuangan Desa juga dituangkan pada buku pedoman ini agar memudahkan pelaksana pengadaan melaksanakan tugasnya dengan lancar dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).
Selengkapnya:
Setiap tahap 72 triliun sudah jelas tetapi yg belum jelas hanya perkampung berapa ratus juta/ m