Kades Klaten Tertekan Diawasi Banyak Instansi

  • 3 min read
  • Okt 31, 2017

Solopos.com, KLATEN — Para kepala desa (kades) resah dengan banyaknya instansi yang mengawasi mereka dalam mengelola dana desa. Mereka ketakutan dan bingung lantaran belum ada sinkronisasi pedoman pengawasan antarinstansi.

Keluhan itu disampaikan saat para kades berdialog dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, di Desa Jomboran, Kecamatan Klaten Tengah, Sabtu (28/10/2017). Instansi yang mengawasi penggunaan dana desa di antaranya kejaksaan, Inspektorat, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Audit dana desa juga dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Polisi ikut mengawal dana desa setelah ada penandatanganan memorandum of understanding (MoU) tentang Pencegahan Pengawasan dan Penanganan permasalahan dana desa antara Mendagri, Mendes PDTT, dan Kapolri belum lama ini.

“Pengawasan dari kejaksaan ada TP4D, Satgas Saber Pungli, Inspektorat, BPK, KPK, LSM, dan banyak sekali. Kami kepala desa adalah orang yang terpilih dan terbaik di desa masing-masing. Hanya saja, kami tidak bisa membuat benang merah yang sama karena kelebihan masing-masing berbeda. Kami mengakui memang ada kepala desa nakal. Tetapi, kepala desa yang tidak nakal lebih banyak,” kata Kepala Desa (Kades) Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Mulyatno, saat berdialog dengan Mendes PDTT.

Mulyatno mengatakan banyaknya instansi yang mengawasi dana desa membuat para kades resah. Apalagi, selama ini pengawasan dari berbagai instansi dinilai belum sinkron.

“Mereka resah ada pengawasan yang banyak sekali padahal kami juga berusaha ikhlas membangun desa dengan dana desa yang ada. Mohon ada penyederhanaan dan instruksi masing-masing pengawas itu sinkron,” ungkapnya.

Keluhan yang sama disampaikan Kades Sentono, Kecamatan Karangdowo, Mulyono. “Kepala desa mau melangkah takut. Nyambut gawe kaya maling, hla dicurigai tok [bekerja seperti maling terus dicurigai]. Kalau mengawasi itu disinkronkan dulu, pedoman pengawasannya seperti apa baru berjalan mengawasi. Jangan sampai pengawas memiliki pedoman sendiri-sendiri. Manusia dicari kesalahannya pasti ada,” ujar Mulyono saat ditemui seusai acara dialog.

Soal belum sinkronnya pengawasan, ia mencontohkan seperti dalam perhitungan selisih pembelian bahan bangunan. “Di dalam perhitungan misalnya selisih [pembelian] semen. Itu kan menjadi Silpa. Di satu sisi katanya ini penyelewengan. Padahal di RAB dengan realisasi itu, fluktuasi harga pasti terjadi. Kalau seperti ini jadi bingung,” ungkapnya.

Kepala Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara, Harjanta, tak sepakat dengan banyaknya instansi yang mengawasi dana desa. Banyaknya pengawasan justru membuat para kades tertekan. Ia mengatakan solusi agar dana desa bisa berjalan sesuai aturan yakni penguatan pendampingan ke desa.

“Solusinya itu desa didampingi. Memang sudah ada pendamping desa. Tetapi, selama ini tidak maksimal karena tidak menguasai semua materi soal dana desa,” ungkapnya.

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengatakan keresahan soal banyaknya pengawasan dana desa dirasakan para kades di Indonesia. Ia menjelaskan pengawasan yang dilakukan dari berbagai instansi tersebut salah satunya untuk meyakinkan masyarakat tak ada penyelewengan dana desa.

“Tujuan dibentuknya Satgas dan kerja sama dengan penegak hukum untuk membantu kades meyakinkan ke publik, nih yang memeriksa sudah banyak. Jadi tidak mungkin kades aneh-aneh lagi dan juga untuk mencegah agar tidak tergoda,” kata Eko kepada para kades saat dialog.

Soal keluhan belum ada sinkronisasi pengawasan antarinstansi, ia meminta kepada Plt. Bupati Klaten menyatukan metode pengawasan masing-masing instansi agar pemeriksaan tak dilakukan berulang-ulang. “Kalau sudah diperiksa ya jangan diperiksa lagi. Nanti kepala desa tidak kerja, hanya memberi laporan terus,” katanya.

Eko meminta para kades melapor ke satgas dana desa jika ada oknum yang mencari-cari kesalahan dalam pelaksanaan dana desa. “Kalau merasa dicari-cari salahnya, laporkan ke satgas dana desa ke call center 1500040. Kami kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan advokasi ke kades yang hanya melakukan kekeliruan administrasi tetapi tidak ada unsur korupsinya. Kades tidak boleh dikriminalisasi kalau kesalahannya administratif. Tetapi, kalau ada unsur korupsi itu risikonya sama penegak hukum,” katanya.

Terkait dana desa, Eko mengatakan serapan dana desa setiap tahunnya meningkat. Pada 2015, serapan dana desa sebesar 82 persen. Jumlah itu meningkat pada 2016 sebesar 97 persen dari total dana desa yang digelontorkan pemerintah.

Jumlah desa di Indonesia sebanyak 74.910 desa. “Tahun ini sampai September serapan sudah lebih dari 90 persen. Belum pernah dalam sejarah Indonesia masyarakat desa membangun 121.000 km jalan desa, puluhan ribu PAUD, polindes, serta posyandu,” urai dia.

Sumber: http://www.solopos.com/2017/10/28/dana-desa-klaten-kades-klaten-tertekan-diawasi-banyak-instansi-864174

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *