Permasalahan dalam Ketahanan Pangan

  • 3 min read
  • Jul 08, 2022
Permasalahan dalam Ketahanan Pangan

Secara spesifik, permasalahan dalam ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi, dan konsumsi pangan.

Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri dihadapkan pada masalah pokok, yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi.

Desakan peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan:

  1. terjadinya konversi lahan pertanian ke nonpertanian,
  2. menurunnya kualitas kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan,
  3. semakin terbatas atau tidak pastinya penyediaan air untuk produksi akibat kerusakan hutan.

Distribusi Pangan

Distribusi pangan adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari point of production (petani produsen) kepada
point of consumption (konsumen akhir). Dengan demikian, perlu dibuat pola distribusi pangan yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Permasalahan dalam distribusi pangan antara lain prasarana distribusi darat dan antarpulau, kelembagaan pemasaran, bervariasinya kemampuan produksi antarwilayah dan antarmusim, dan keamanan jalur distribusi.

Konsumsi Pangan

Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan karena belum tercukupinya konsumsi energi, meskipun konsumsi protein sudah mencukupi.

Lumbung Pangan sebagai Cadangan Pangan Masyarakat

Keberadaan lumbung pangan berperan sangat penting dalam menyangga ketersediaan pangan di desa. Selain sebagai cadangan penyediaan pangan, lumbung pangan juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan posisi tawar petani. Pada saat terjadi kelebihan produksi, seperti saat panen raya, petani dapat mengatur supply-nya. Lumbung pangan juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpan benih.

Keberadaan lumbung pangan diarahkan menuju lumbung desa sebagai sarana untuk pemupukan cadangan pangan masyarakat yang fungsinya adalah mewujudkan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Modal awal lumbung pangan berbentuk natura, yaitu gabah yang disetor sekali pada waktu pembentukan. Selanjutnya, tidak ada aktivitas penyimpanan (setor). Aktivitas yang ada adalah peminjaman dan pengembalian dalam bentuk natura. Penggunaan pinjaman untuk konsumsi pada masa paceklik dan bantuan musibah (di Tasikmalaya), serta untuk modal kerja usaha tani (di Cirebon dan Cianjur). Kapasitas simpan rata-rata di Jawa Barat adalah 0,59% (dengan marketable surplus sekitar 4 juta ton), sedangkan di Jawa Tengah sebesar 0,92% (dengan marketable surplus sekitar 4,5 juta ton GKG). Di Jawa Tengah, lumbung desa dianggap sebagai kelembagaan desa yang mendukung ketahanan pangan dan dimiliki oleh semua desa (8.530 desa). Dari sejumlah tersebut, 25,12% (2.143 desa) mempunyai lumbung desa sebagai tempat menyimpan bahan pangan (sembako).

Pendamping dan Pembina Desa

Desa memulai kemandiriannya dengan bantuan stakeholders dalam kaitannya dengan penyediaan sumber bahan baku produksi. Dalam hubungan ini, para stakeholder ditempatkan sebagai posisi membina Desa. Adapun desa yang dibina berperan pada posisi menjadi desa binaan.

Desa binaan dapat dipilih dan direkomendasikan untuk dijadikan “Desa Mandiri Pangan”. Jika dikaitkan dengan program Badan Ketahanan Pangan, kegiatan Desa Mandiri Pangan ini merupakan bagian dari program Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan. Desa Mandiri Pangan sangat urgen untuk dilaksanakan karena hasilnya merupakan prioritas dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin atau rawan pangan menjadi mandiri.

Secara umum, program Desa Mandiri Pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam mengembangkan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan, serta peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga (Peraturan Menteri Pertanian RI, 2015). Sementara, tujuan khususnya mengembangkan kemandirian dan perekonomian desa dengan pendekatan memperkuat titik tumbuh ekonomi di lokasi desa binaan perguruan tinggi yang berbasis pertanian, perikanan, dan teknologi pangan. Adapun sasaran kegiatan desa mandiri pangan ini adalah rumah tangga miskin yang mempunyai potensi pengembangan komoditas unggulan spesifik lokal dan potensi pengembangan titik tumbuh ekonomi pedesaan. Jika kegiatan Desa Mandiri Pangan ini dilaksanakan secara meluas maka akan berdampak pada penurunan tingkat kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di daerah pedesaan.

Program Desa Mandiri Pangan dijalankan melalui pendayagunaan sumber daya, kelembagaan, dan kearifan lokal perdesaan.

Beberapa permasalahan prioritas umum yang harus segera ditangani melalui program ini meliputi:

  1. akses pangan, yaitu terbatasnya daya beli karena kemiskinan, terbatasnya kesempatan kerja, dan variabilitas harga pangan yang tinggi,
  2. ketiadaan atau keterbatasan sarana, terutama akses terhadap air, listrik, dan jalan,
  3. masalah ketersediaan pangan, yaitu jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan kemampuan produksi,
  4. masalah kesehatan atau gizi terhadap balita dengan berat badan di bawah standar.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menempatkan tenaga pendamping di setiap desa pelaksana selama empat tahap, yaitu dari tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Berdasarkan hal tersebut, pemilihan kelompok mitra pada desa binaan harus disesesuaikan dengan kondisi faktual potensi pengembangan komoditas unggulan dan potensi pengembangan titik tumbuh ekonomi pedesaan. Kelompok PKK juga perlu dilibatkan sebagai kelompok mitra untuk melakukan internalisasi pentingnya diversifikasi konsumsi pangan melalui jalur pendidikan formal dan non-formal sejak usia dini. Selain itu, pelibatan ini juga dapat menggiatkan aktivitas budi daya pekarangan dalam usaha penganekaragaman kuantitas dan kualitas pangan keluarga.

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *