Pengembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan

  • 5 min read
  • Nov 01, 2017

Pendahuluan

Masyarakat desa masih jauh dari kata sejahtera, menurut Indeks Desa Membangun

(IDM) sebanyak 18,87% desa termasuk dalam kategori desa sangat tertinggal, sebanyak

45,41% desa berstatus desa tertinggal, sebanyak 30,66% desa termasuk dalam kategori desa berkembang, sebanyak 4,83% desa berstatus desa maju, dan persentase terendah desa mandiri sebanyak 0,23% dari total jumlah desa. Permasalahan umum di desa saat ini adalah kemiskinan dan ketimpangan. Menurut data BPS September 2015 sebanyak

62,75% penduduk miskin Indonesia berada di desa. Selanjutnya rasio gini di desa pada 2014 sebesar 0,32 lebih rendah dibandingkan rasio gini kota yang mencapai 0,43.

Ketimpangan kepemilikan asset ditunjukan oleh data penguasaan lahan pertanian. Berdasarkan data sebesar 88% desa di Indonesia menggantungkan hidup penduduknya pada sektor pertanian. Terdapat 16.170 desa yang melakukan peralihan lahan dari lahan pertanian sawah menjadi lahan pertanian non sawah dan lahan non pertanian. Dimana  41,1%  desa  melakukan  peralihan  lahan  sawah  pertanian  menjadi  lahan pertanian  non  sawah.  Sedangkan  lahan  yang  beralih  fungsi  menjadi  lahan  non pertanian sebanyak 58,9% dari total desa yang melakukan peralihan fungsi lahan sawah pertanian (BPS, Podes 2014).

Fakta lain menunjukkan sumberdaya yang ada di Desa malah dikuasai oleh bukan penduduk desa, sehingga Desa tidak dapat menikmati hasil sumberdaya yang mereka miliki. Hal inilah yang memicu semakin tingginya ketimpangan pendapatan yang akut. Selain itu, masalah yang terjadi di Desa adalah Desa sebagai produsen barang primer dan konsumen barang tersier. Dapat diartikan bahwa Desa hanya sebagai pemasok kebutuhan barang olahan, hasil barang olahan tersebut akan dijual kembali ke Desa. Pada akhirnya, sumber daya Desa terus tersedot untuk memenuhi kebutuhan bahan mentah  di  kota  dan  penjualan  komoditas  Desa  tidak  cukup  untuk  memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pokok Kebijakan

Tri Matra Pembangunan Desa adalah pokok kebijakan yang dilakukan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk menindaklanjuti fakta di atas.  Program pertama (Matra I) adalah Jaring Komunitas Wiradesa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan

pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Program kedua (Matra II) adalah Lumbung Ekonomi Desa. Masalah utama yang ada di desa adalah penguasaan sumberdaya yang ada di desa. Terakhir, Program ketiga (Matra III) adalah Lingkar Budaya Desa. Pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama.

Salah   satu   Implementasi   Tri   Matra   Pembangunan   Desa  kepada   Desa   adalah mendorong desa untuk mendirikan BUM Desa sebagai penopang perekonomian di Desa. BUM Desa dapat menjadi representasi Desa dalam mengelola sumber daya yang dimiliki Desa. Di samping itu, permasalahan keterbatasan desa untuk mengakses pasar dapat diatasi oleh BUM Desa. Dengan menerapkan strategylinkage antar BUM Desa (BUM Desa bersama dan BUMADes) penghasil bahan baku perantara dengan industri yang bergerak di sektor hilir. Dalam skema ini, BUM Desa berfungsi sebagai penyedia input bagi industri pengolahan akhir.

BUM Desa

Geliat  pengembangan  ekonomi  perdesaan  dapat  dipicu melalui lembaga  ekonomi yang  dimiliki  oleh  desa,  yaitu  BUM Desa. BUM  Desa  secara  jelas  diatur  pada Permendesa No.4 Tahun 2015. Pendirian BUM Desa bertujuan :

  1. Meningkatkan perekonomian Desa;
  2. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa;
  3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;
  4. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga;
  5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
  6. Membuka lapangan kerja;
  7. Meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat  melalui perbaikan  pelayanan  umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan
  8. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pendirian BUM Desa hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Desa. Pokok bahsan

yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa   meliputi: (a) Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat; (b) Organisasi pengelola BUM Des; (c) Modal usaha BUM Desa; dan (d) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa

Hasil kesepakatan Musyawarah Desa menjadi pedoman bagi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa. BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum yang berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. BUM Desa juga dapat membentuk unit usaha meliputi :

a.   Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM  Desa,  sesuai dengan  peraturan  perundangundangan  tentang  Perseroan Terbatas; dan

b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Sumberdaya yang ada di desa harus dikelola dengan ekonomis dan berkelanjutan. Selain  itu,  diversifikasi  jenis  usaha  BUM  Desa  dapat  dilakukan  untuk  memperluas segmen pasar. Pengembangan potensi usaha ekonomi desa dapat dilakukan melalui BUM Desa, antara lain :

Bisnis Sosial (Social Business) Sederhana

Memberikan pelayanan umum (serving) kepada masyarakat dan memeperoleh keuntungan finansial. Contoh : air minum desa, lumbung pangan, dan usaha listrik Desa

Bisnis Penyewaan Barang

Melayani kebutuhan masyarakat desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah. Contoh : alat transportasi, gedung pertemuan, dan rumah toko

Usaha Perantara

Memberikan jasa pelayanan kepada warga. Contoh : Jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk masyarakat dan jasa pelayanan lainnya

Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang

Menyediakan barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas. Contoh : pabrik es, hasil pertanian, sarana produksi pertanian dan kegiatan produktif lainnya

Bisnis Keuangan

Memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa. Contoh : memberikan akses kredit dan peminjaman masyarakat desa

Usaha Bersama

Sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan. Contoh : dapat berdiri sendiri serta diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha bersama dan dapat pula menjalankan kegiatan usaha bersama seperti desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat.

Namun, segala upaya ini harus didasari oleh aksi kolektif pemerintah desa dan masyarakat. Sehingga BUM Desa memiliki nilai transformasi sosial, ekonomi dan budaya. Hal inilah yang menjadikan BUM Desa sebagai salah satu lembaga ekonomi rakyat yang berperan sebagai pilar demokrasi ekonomi.

BUM Desa bersama

Dalam rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih. Pendirian BUM Desa bersama disepakati melalui Musyawarah antar Desa yang difasilitasi oleh badan kerjasama antar Desa yang terdiri dari : (a) Pemerintah Desa; (b) Anggota Badan Permusyawaratan Desa; (c) Lembaga Kemasyarakatan Desa; (d) Lembaga Desa lainnya; dan (e) Tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. BUM Desa bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUM Desa bersama.

BUM Desa Antar-Desa

BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih. Kerjasama antar 2 ( dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota. Kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan masing-masing Pemerintah Desa. Kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. Naskah perjanjian kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih paling sedikit memuat :

  1. Subyek kerjasama; b.  Obyek kerjasama; c.   Jangka waktu;
  2. Hak dan kewajiban;
  3. Pendanaan;
  4. Keadaan memaksa;
  5. Pengalihan aset; dan
  6. Penyelisaian perselisihan

Naskah perjanjian kerjasama antar dua BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh Pelaksana Operasional dari asing-masing BUM Desa yang bekerjasama. Kegiatan kerjasama antar dua  BUM  Desa  atau  lebih  dipertanggungjawabkan  kepada  Desa masing-masing sebagai pemilik BUM Desa. Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUM Desa yang  berbadan  hukum  diatur  sesuai  ketentuan  peraturan  perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.

Strategi Pengembangan BUM Desa

Secara umum strategi pembangunan BUMDesa dapat dilakukan melalui tiga skema berikut. Pertama, strategi replika. Skema ini memiliki arti bahwa strategi pembangunan yang pernah berhasil   (succes story) diimplementasikan BUM Desa akan digunakan sebagai konsep pemberdayaan BUM Desa lainnya. Strategi ini menempatkan partisipasi oleh masyarakat desa sebagai aktor yang paling penting. Dikarenakan kesadaran dan rasa memiliki (sense of belonging) BUM Desa dari masyarakat itu sendirilah yang dapat membantu tumbuh kembangnya BUM Desa tersebut.

Kedua, linkage strategy. Maksudnya, pembangunan dilakukan satu lini dengan pembangunan  desa  tetangga,  sama  halnya dengan  strategi  replikasi,  desa  bukan bagian  keseluruhan  dari wilayah pemerintah daerah. Oleh karena itu, penghubung strategi itu bukan hanya lintas pemerintah desa tetapi juga masih dalam lingkup satu pemerintahan  daerah.  Secara  umum, linkage strategy  di  desa-desa  tetangga  lebih mudah  dilakukan, karena kemauan  politik  yang  lebih  mudah  untuk  diakomodasi.

Misalnya, jika pembangunan di desa menempatkan intensifikasi penangkapan ikan tertentu, maka daerah lain di wilayah pemerintah daerah yang sama harus disiapkan pasar yang memadai. Dengan begitu, setiap penawaran barang yang muncul akan langsung diterima oleh pasar.

Ketiga, strategi otonomi. Dalam beberapa hal, Pemerintahan desa memiliki sumber daya yang memadai untuk dimaksimalkan. Namun, dalam implementasinya sumber daya yang ada tersebut belum digali secara maksimal, sehingga berbagai potensi yang seharusnya bisa hadir belum menyeruak. Ini bisa terjadi karena selain regulasi yang ada memberikan kewenangan bagi pemerintahan desa untuk memaksimalkan potensi yang ada, juga disebabkan semangat desentralisasi memberikan pondasi bagi pemerintahan desa untuk berlomba menjadi lebih baik dari wilayah lain. Makna lain dari strategi ini adalah pembangunan hanya cocok dilakukan apabila suatu desa memiliki infrastruktur ekonomi, sosial dan politik yang memadai sehingga secara mandiri dapat melakukan proses pembangunan tanpa harus melakukan replikasi maupun keterkaitan dengan desa lain.

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *