Desa, Ibarat Balita Yang Disuguhi Banyak Beban

  • 3 min read
  • Nov 04, 2017

Desa, Ibarat Balita Yang Disuguhi Banyak Beban

Oleh :
M Arfan Lubis, ST Kades Padang Tualang, Langkat, Sumut

Desa menurut definisi adalah sebuah pemukiman di area perdesaan. Di Indonesia istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan yang dipimpi oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut kampung ( Jawa Barat) atau Dusun ( Yogyakarta) daan sebutan lain di daerah lainnya.

Pasca lahirnya otonomi daerah istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumbar disebut dengan nagari, di Aceh dengan istilah gampong di Kalimantan disebut dengan kampung. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Sedangkan dalam pengertian Desa menurut UU no. 6 Tahun 2014, Desa adalah desa atau desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah NKRI.

Lahirnya UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa, untuk pertama kalinya dalam sejarah negara Indonesia bahwa Desa mendapat perhatian agak serius. Melalui UU Desa tersebut juga Desa mendapat kucuran Dana langsung dari APBN yang nilainya terus meningkat dalam kurun tiga tahun ini.

Desa yang baru tiga tahun memperoleh dana dengan jumlah cukup besar tersebut dapat diibaratkan seperti balita lagi sedang belajar merangkak dan sangat membutuhkan gendongan dan papahan dari orangtuanya. Sehingga dapat dipastikan jika tidak dibarengi dengan pembinaan dan kasih sayang akan menimbulkan keburukan bagi seluruh desa di negara ini.

Kita ketahui konsekwensi dari suatu kebijakan akan menimbulkan dampak positif dan negatif, dengan adanya dana tersebut kini masyarakat desa dapat merasakan pembangunannya di desa mereka masing masing, jalan- jalan terus dibangun dan diperbaiki dan pembangunan lainnya.

Namun, dengan kucuran yang yang hampir mencapai 1 milyar setiap tahun itu juga dapat membawa petaka bagi Kepala Desa, setidaknya hingga kini hampir 600 oknum Kepala Desa di Negara ini telah tersandung hukum akibat Dana Desa.

Penulis yang merupakan seorang kepala Desa juga merasa khawatir akan dampak buruk dana desa tersebut. Uang negara yang besar tersebut harus dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan. Coba kita bayangkan desa yang hanya di’motori’ oleh Kepala Desa dan beberapa perangkat desa mau tidak mau harus dapat bekerja dengan aturan yang telah ditentukan oleh pemerintah seperti pelaporan dengan sistem aplikasi Siskeudes dalam mempertanggungjawabkan uang yang telah diterima. SDM desa yang kurang mumpumi untuk itu dipastikan akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas mereka.

Bayangkan saja, sejak diberlakukannya UU no. 6 tahun 2014 tentang Desa dan turunan aturannya telah terbit sedikitnya 40 regulasi yang belum semua aparat desa mendapatkan sosialisasi tentangnya. Desa dan masyarakatnya harus belajar sendiri, menafsirkan sendiri dan menjalankan sesuai pemahaman masing-masing. Belum lagi regulasi yang seakan bertolak belakang baik dari kementerian yang mengurus desa maupun sektoral sebagai contoh sesuai Permendagri No 114 tahun 2014 dimana disebutkan Perdes RKP paling lama akhir september sedangkan Kemendes dalam tiga tahun terakhir ini kerap mengeluarkan Prioritas Penggunaan Dana Desa bulan Oktober tiap tahunnya.

Kondisi desa seperti itu, setidaknya memaksa Kepala Desa dan perangkat untuk terus belajar dan fokus dalam beban pembuatan SPJ sehingga menimbulkan efek buruk dalam tugas pelayanan kepada masyarakat. Selain beban tersebut, beban akibat akses pilkades masih terus terjadi ditengah masyarakat. Penolakan dan cibiran akan buruknya pelayanan menjadi senjata bagi para yang kontra dengan kepala desa , ditambah lagi masih tabunya ditengah masyarakat akan aturan pembangunan Dana Desa yang wajib dikenai pajak PPH dan PPN sebesar 11.5 % dan honor TPK sebesar 5 % , warga yang kurang mendukung kades terpilih dapat dengan mudah mengasumsikan para kepala desa telah melakukn korupsi dengan cara membandingkan suatu pekerjaan desa dengan pekerjaan yang mereka bangun sendiri dengan tidak dikenai potongan pajak dan lainnya.

Banyaknya beban Pemerintah Desa itu tentu saja telah menimbulkan kerisauan bagi para Kepala Desa dan perangkatnya, setidaknya dalam curhan bebarapa sesama kepala desa kepada saya sampai ada niat beberapa Kepala Desa untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka.

Atas kenyataan itu saya selaku kepala desa, sangat berharap dengan dilibatkan Babinkamtimas sebagai pengawas tunggal pengolaan dana desa untuk lebih fokus kepada pembinaan dari pada penindakan dan juga kepada pemerintah pusat untuk dapat membuat aturan yang jelas dan toleransi jika suatu desa melakukan kesalahan administrasi akibat minimnya pengetahuan lebih fokus melakukan pembinaan dengan cara mewajibkan pengembalilan uang dan tidak melanjutkan ke ranah hukum.

Peristiwa Pamengkasan menjadi bukti bagi kita semua, nilai suap yang diberikan dua kali lebih besar yakni Rp 250 juta dibandingkan dengan nilai proyek infrastruktur dari dana desa yang hanya Rp 100 juta. Hal itu dapat terjadi akibat ketakutan dan ketidaktahuan para kepala Desa dan perangkatnya akan ancamaman hukuman yang kapan saja ditujukan kepada mereka oleh aparat hukum.

Ibarat bayi, pengawasan yang lebih dominan dari pembinaan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan desa. Masyarakat dan Pemerintah Desa akan gamang melakukan kreasi dan inovasi. Mereka akan terjebak pada kekhawatiran dan saksi tersebut. Rasa ketakutan akan kesalahlam pahaman lebih mendominasi pada diri si bayi ( Desa ) sehingga merusak mental dan berakibat kreasi dan inovasi di bayi tidak tumbuh dengan sehat. Bersambung….

Sumber: share WAG Pendamping Desa Malang 29/10/2017 pukul 20.53

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *